SORONG, Ketua Generasi Muda Pejuang Hak Adat (GEMPHA) Papua Barat Daya, Mambri Rojer Mambraku, SH mengapresiasi dan mendukung pernyataan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya, Alfons Kambu yang beredar di media sosial yang menyatakan menolak keputusan KPU Provinsi Papua Barat Daya bila meloloskan Pasangan Calon (Paslon) gubernur dan wakil gubernur yang telah dinyatakan statusnya bukan Orang Asli Papua (OAP) oleh MRP PBD serta meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menghapus MRP dari dalam Undang-Undang Otonomi Khusus bila masih tetap dengan keputusan tersebut.
Dikatakan Rojer, pernyataan Ketua MRP PBD patut kita apresiasi karena pernyataan tersebut merupakan pernyataan untuk menjaga dan melindungi hak-hak dasar Orang Asli Papua salah satunya adalah Hak Politik.
“Saya mengapresiasi dan mendukung pernyataan Ketua MRP PBD yang akan menolak keputusan KPU Papua Barat Daya bila meloloskan Paslon gubernur dan wakil gubernur yang bukan OAP dan ingin menghapus MRP dari isi Undang-Undang Otonomi Khusus dan jangan karena meloloskan Paslon yang bukan OAP, KPU Papua Barat Daya mengadu domba MRP,” ujar Rojer melalui releasenya yang diterima media ini, Minggu (15/9) sore.
Lanjut Rojer, keputusan MRP PBD bukan serta merta dikeluarkan tetapi sudah melalui prosedur dan melibatkan berbagai pihak seperti akademisi dan antropolog dari Universitas Cenderawasih Jayapura dan di tetapkan dalam rapat pleno luar biasa pada 6 September 2024 lalu.
“MRP merupakan benteng terakhir bagi Orang Asli Papua dalam mengimplementasikan Undang-Undang Otonomi Khusus di Tanah Papua. Kalau keputusan MRP PBD saja sudah tidak diindahkan lagi oleh KPU Papua Barat Daya, lalu MRP dianggap apa? Apakah hanya sebagai boneka saja,” tegas Rojer dengan nada tanya.
Sementara kata Rojer, beberapa hari lalu Koalisi OAP dan Non OAP yang melaksanakan demo damai di depan kantor KPU Papua Barat Daya juga menyatakan bahwa apabila KPU Papua Barat Daya tidak mengikuti Keputusan MRP PBD Nomor : 10/MRP.PBD/2024 maka seluruh masyarakat OAP dan OAP akan mengembalikan Undang-Undang Otonomi Khusus kepada Pemerintah Pusat.
Dengan demikian kata Rojer, pihak keamanan seperti Kepala BIN, Pangdam Kasuari, Kapolda Papua Barat, Danrem, Dandim 1802 Sorong dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dapat melihat hal ini, jangan sampai berdampak pada kondisi keamanan di Papua Barat Daya menjadi tidak kondusif yang dapat mengakibatkan pelaksanaan Pemilukada di provinsi yang baru berusia 1 tahun ini tertunda. (**)