SORONG, – Dengan dilakukannya verifikasi faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya dengan mendatangi Kampung Kabare, Distrik Waigeo Utara Kabupaten Raja Ampat dinilai Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Ambel Waigeo Raja Ampat telah melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 18 (b) dan UU Otsus serta tatanan adat dari Suku Ambel Waigeo. Demikian ditegaskan Ketua LMA Ambel Waigeo Raja Ampat, Yulianus Thebu kepada media ini melalui sambungan telepon, Jumat 20 September 2024.
“Apa yang dilakukan oleh KPU PBD merupakan suatu tindakan yang diduga sebagai pelecehan terhadap UUD 1945 Pasal 18 (b) dan tatanan adat dari kami suku Ambel Waigeo Raja Ampat,” tegas Yulianus.
Lanjut Yulianus, dalam UUD 1945 Pasal 18 (b) yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup. Selain itu juga telah melecehkan tatanan hukum adat masyarakat Suku Ambel Waigeo Raja Ampat yang sudah ada sejak jaman dulu hingga saat ini dan terus dilestarikan oleh anak cucu.
“Negara saja mengakui tatanan hukum dari masyarakat adat di Indonesia termasuk Suku Ambel Waigeo di Kabupaten Raja Ampat, lalu mengapa KPU PBD tidak menghargai? Apakah KPU PBD sengaja ingin membuat benturan antar marga dalam Suku Ambel, karena saya menilai langkah yang diambil oleh KPU dengan mendatangi Kampung Kabare untuk melakukan verifikasi faktual seperti disengajakan untuk memberturkan marga dengan marga didalam Suku Ambel,” jelas Yulianus.
Lebih lanjut Yulianus menambahkan, kalau KPU tidak ingin adanya benturan antar marga didalam suku Ambel maka seharusnya KPU PBD tidak perlu melakukan verifikasi faktual tetapi dapat memanggil pemangku kepala-kepala marga, ketua LMA, Ketua DAS untuk mengklarifikasi hasil verifikasi faktual yang dilakukan oleh MRP Papua Barat Daya sehingga bisa terbit surat keputusan MRP Papua Barat Daya Nomor 10/MRP.PBD/2024 tanggal 6 Septeber 2024.
Ditambahkan Yulianus, kalaupun KPU ingin melakukan verifikasi sendiri, seharusnya KPU melibatkan lembaga adat dan kepala marga yang berjumlah 27 marga dalam Suku Ambel, bukan hanya 1 marga tertentu saja yang dilibatkan dalam verifikasi tersebut. Ada apa dan mengapa hanya satu marga tertentu saja yang di undang KPU PBD??
Yulianus mengingatkan, marga yang diundang KPU, ada yang mempunyai hak kesulungan dan ada juga yang tidak mempunyai hak kesulungan di Kampung Kabare. Artinya marga yang mempunyai hak kesulungan itu berarti marga tersebut mempunyai tanah adat, kali (sungai), dusun, tempat keramat dan benda pusaka peninggalan leluhur mereka, kalau marga yang tidak memiliki hak kesulungan berarti marga tersebut hanya dalam tatanan adat mereka hanya numpang makan saja tetapi tidak punya hak apa-apa dalam tatanan marga tersebut.
Kondisi tersebut dikatakan Yulianus, membuat sehingga LMA Ambel Waigeo dan 27 marga di Kampung Kabare melakukan upacara adat di depan Kantor KPU Papua Barat Daya karena kami semua tidak setuju dan menolak verifikasi faktual tandingan yang dilakukan oleh KPU Papua Barat Daya karena tidak sesuai dengan prosedur ada Suku Ambel Waigeo dan UUD 1945. Apa yang dilakukan oleh KPU sama dengan KPU PBD tidak lagi mengakui keberadaan MRP Papua Barat Daya sebagai pemberi pertimbangan dan persetujuan sesuai aturan perundagan-undangan. (**)