SORONG, mediabetewnews.com – Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay yang membawahi Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya merupakan rumah besar masyarakat adat Papua beberapa waktu lalu melakukan kunjungan ke Kampung Klayas Distrik Seget Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya untuk melihat dari dekat kondisi masyarakat adat Kampung Klayas yang merupakan daerah Ring I dari perusahaan minyak negara PT Pertamina RU VII Kasim. Demikian dikatakan Ketua DAP Wilayah III Doberay, Mananwir Paul Fincen Mayor, S.IP saat ditemui wartawan di Kantor Sekretariat perwakilan Dewan Adat Papua, Jalan Pendidikan Km 8 Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Senin 13 Pebruari 2023, kemarin.
“Beberapa waktu lalu saya melakukan kunjungan kerja ke Kampung Klayas, Distrik Seget untuk melihat dari dekat kondisi masyarakat adat yang ada di sana yang sudah menerima CSR sekaligus untuk mengkroscek laporan masyarakat adat dengan hasil pertemuan bersama Humas PT Pertamina RU VII Kasim,” terang Mananwir.
Dikatakan Mananwir, setelah tiba di Kampung Klayas saya melihat kenyataan didalam tidak seperti yang disampaikan oleh Humas PT Pertamina RU VII Kasim ibarat api jauh dari panggangan yang mana kondisi kampung Klayas jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh pihak PT Pertamina RU VII Kasim saat melakukan pertemuan dengansaya di Sorong beberapa waktu lalu.
Lanjut Mananwir, pengaduan masyarakat adat yang saya terima beberapa waktu lalu itu terkait dengan permintaan pembangunan barak yang diminta oleh pihak PT Pertamina RU VII Kasim kepada masyarakat namun stelah selesai membangun barak tersebut tidak digunakan membuat sehingga masyarakat merugi hingga 450 juta rupiah.
Selain itu juga ditambahkan Mananwir, Humas PT Pertamina RU VII Kasim bersama salah satu stafnya saat bertemu saya menyampaikan bahwa CSR yang sudah diberikan kepada masyarakat adat Kampung Klayas seperti memberikan bantuan motor temple dan perahu untuk antar jemput siswa yang bersekolah di ibukota distrik, Seget, menyediakan sara air bersih, memberikan bantuan bibit ikan air tawar, memberikan bantuan dan membentuk kelompok pengelolaan sagu semuanya itu ibarat api jauh dari penggangannya.
“Saya melihat sendiri Puskemsmas Pembantu (Pustu) yang bangunannya sudah tidak terurus, bahkan rumput sudah menutupinya ditambah lagi tidak ada tenaga medis dan para medis di Kampung Klayas membuat sehingga masyarakat yang sakit tidak bias berobat dengan baik. Bahkan masyarakat menyampaikan bahwa ketika ada ibu yang ingin melahirkan tetapi tidak dapat dibantu karena jarak tempuh ke Sorong sangat jauh membuat sehingga ada yang meninggal sama halnya dengan orang sakit yang tidak ditolong karena tidak ada medis akhirnya mereka pasrah menunggu nasib saja,” terang Mananwir.
Begitu juga dengan bantuan air bersih yang diberikan pihak PT Pertamina RU VII Kasim kepada masyarakat adat menurut Mananwir, air yang diberikan sangat jauh dari syarat kesehatan air karena mereka mengambil air tersebut dari kolam milik PT Petrogas yang airnya tidak dapat digunakan untuk diminum dan tidak dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat tetapi hanya beberapa keluarga saja yang dapat menikmati air tersebut. Padahal masyarakat memiliki bak air yang dibangun oleh pemerintah namun sementara bocor, jadi saat itu masyarakat meminta agar pihak perusahaan untuk memperbaiki saja bak air tersebut namun pihak enggan untuk memperbaiki tapi mereka membuat instalasi pipa air dan mengalirkan air yang mutunya jauh dari syarat kesehatan.
Kata Mananwir, motor temple dan perahu yang diberikan untuk antar jemput anak sekolah bukanlah perahu yang standard untuk mengantar jemput orang tapi perahu yang diberikan adalah perahu yang biasanya orang pakai untuk mancing di laut sehingga sangat besar resikonya ketika cuaca buruk, dan lebih lucu lagi motor temple dan perahu diberikan tetapi bahan bakarnya ditanggung oleh orang tua sehingga apabila tidak ada bahan bakar maka anak-anak tidak bersekolah.
Menurut Mananwir, bantuan yang diberikan kepada masyarakat adat Kampung Klayas seperti mesin parut sagu dan bibit ikan air tawar sangatlah tidak relefan karena masyarakat tinggal di pesisir pantai tetapi mereka diberikan bibit ikan air tawar. Inikan tidak sesuai kultur dan budaya dari masyarakat begitu juga dengan mesin parut sagu bukannya perusahaan mencari pembeli untuk membeli hasil produksi masyarakat tetapi masyarakat sendiri yang harus mencari pembeli. Budaya orang Papua itu setelah mereka menokok sagu, hasilnya merekam tidak pergi untuk menjual tetapi pembeli sendiri yang datang membeli ditempat.
Yang sangat disayangkan Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay adalah sejak perusahaan beroperasi di Kampung Klayas bahkan sudah mengeruk sumber daya alam (minyak bumi dan gas) namun hingga detik ini tidak satupun anak-anak asli Kampung Klayas (Marga Katumlas) yang boleh bergelar sarjana padahal Kampung Klayas merupakan lokasi Ring I, dan juga tidak ada warga masyarakat yang dapat tempat secara permanen dalam perusahaan, kalaupun ada yang bekerja mereka hanya masuk dalam kategori tenaga kerja harian yang sewaktu-waktu dapat saja diberhentikan dari pekerjaan mereka.
Yang lebih tragis lagi, pendidikan di Kampung Klayas sangat memprihatinkan karena tidak ada tenaga guru yang datang untuk mengajar anak-anak Papua di Kampung Klayas karena tidak ada fasilitas pendukung untuk tenaga pengajar tersebut seperti transportasi, rumah guru, akhirnya hanya 2 guru saja yang mengajar. Mereka itu juga adalah anak-anak yang putus pendidikan di perguruan tinggi karena tidak punya biaya untuk melanjutkan sehingga pihak perusahaan mengontrak mereka untuk menjadi tenaga pengajar pada SD YPK Klayas dengan gaji 1,5 juta rupiah/bulan jauh dari Upah Minumum Provinsi (UMP) Papua Barat.
“Dengan hasil kunjungan yang saya lakukan beberapa hari lalu sudah banyak informasi dan masukan bahkan saya lihat sendiri kondisi yang sebenarnya di Kampung Klayas, Distrik Seget kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya maka saya akan menindaklanjutinya dengan memanggil pihak yang berkepentingan seperti pihak perusahaan PT Pertamina RU VII Kasim, Pemerintah Kabupaten dan Kota Sorong, DPRD Kabupaten Kota serta MRP Papua Barat untuk duduk bersama untuk mendengar penjelasan dari pihak Pertamina RU VII Kasim dan masyarakat Kampung Klayas sehingga kita dapat mengetahui kondisi sebenarnya yang terjadi di daerah Ring I dari PT Pertamina RU VII Kasim selama ini,” tutup Mananwir. (JD)